Kampoeng Kawedusan RW 08 menggelar Bersih Desa
Malang, Oro-oro Dowo, KIM RoDoWo. – Gelaran uri2 budaya jawa mengisis acara bersih desa di RW 08 Kelurahan Oro-oro Dowo Kecamatan Klojen Kota Malang, Acara bersih desa di lingkungan RW 08 digelar pada sore hari sampai malam pukul 20.35 ditutup dengan tumpengan.
Kegiatan bersih Desa RW 08 disebut kampoeng “Kawedusan”, bersih desa di kampoeng Kawedusan dihadiri oleh Solikin Lurah Kelurahan Oro-oro Dowo, seluruh Ketua RW, Babin, Ketua RT, Babinkamtibmas, tokoh pemuda, karang taruna, tokoh masyarakat, tokoh budaya dan agama. (30/7/2022)
Pihak media menanyakan langsung kepada Ketua RW 08, Bapak Buyung Buchori mengapa disebut Kampoeng Kawedusan, maka beliau menceritakan panjang lebar terkait kampoeng Kawedusan tersebut.
Dikatakan, cerita bermula dari asal usul eyang Tugu tokoh babat tanah leluhur RW 08 Kelurahan Oro-oro Dowo.
“Ketika jaman penjajah Belanda, ada seorang kakek yang bernama Eyang Tugu. Beliau jadi penjaga lumbung padi milik Belanda.” Kata Buyung Ketua RW 08
“Eyang Tugu sambil menjaga lumbung padi milik Belanda, beliau punya banyak wedus (kambing) dekat area Lumbung Padi milik Belanda itu, karena wedusnya banyak orang mengenal dan menyebutnya kampoeng Kawedusan.” Cerita Buyung.
Bersih desa itu bertemakan “Guyup Rukun Agawe Santoso”, acara itu dimulai dengan tarian Tari Asmaradana, sambutan-sambutan, Tari Gambir Anom, arakan petilasan Eyang Tugu ditutup dengan potong Tumpeng.
Tarian Asmaradana ini adalah tarian yang menggambarkan tentang cinta kasih, keberagaman antar sesama manusia, serta menghormati keragaman agama dan keyakinan, suku bangsa dan tanah air yang diwujudkan dalam bentuk gerak. Properti tarian Asmaradana ini diiringi musik gamelan, jarik serta aksesoris properti tari.
Solikin Lurah Oro-oro Dowo menyampaikan, “Kami harapkan tahun depan dengan bulan, dan hari yang sama (sabtu pahing) bisa dilaksanakan setiap tahunnya. Karena uri-uri budaya jawa itu sangat penting agar kebudayaan kita tidak tergerus oleh budaya asing.”
“Insyaallah Eyang Tugu puniko adalah pribadi yang sederhana, maka tahun depan silahkan diadakan dengan kesederhanaan seperti karakter beliau jauh dari bermewah-mewahan. Mari kita adakan dengan sederhana saja untuk bersih desa tahun depan.” pesan Solikin.
Budi, Babinsa Kelurahan Oro-oro Dowo juga menyampaikan, “Saya sudah 12 tahun mengabdi di sini, tetapi baru dua kali ini saya menemui kegiatan uri-uri budaya jawa dengan melakukan kegiatan bersih deso, yang pertama ada di RW 03 dan malam ini di RW 08.”
“Satu lagi pesan kami, bulan ini adalah bulan Agustus bertepatan bulan HUT RI yang ke 77 tahun. Pak Lurah sudah mengajak semua RW untuk memeriahkan hari kemerdekaan negara ini. Kita tidak ikut berperang merebut negara ini dari penjajah asing tapi ayolah kita ikut memperingatinya dan memeriahkannya” Sambung Budi Babinsa.
Bedu, ketua Karang Taruna RW 08 mengatakan, “Saya sebagai orang Jawa yang masih minum sumber air tanah jawa dan makan hasil bumi tanah Jawa, janganlah tidak mengingat dan atau melakukan uri-uri budaya Jawa. Sesok iso kuwalat.”
“Dan harapan kami, uri-uri budaya jawa ini harus dilaksanakan tiap tahun.” harapan Bedu ketua Karang Taruna.
Sebelum ditutup dengan arakan petilasan Eyang Tugu dan potong tumpeng, kegiatan itu disajikan tarian Gambir Anom.
Tarian Gambir Anom itu menceritakan kehidupan di Kampoeng, atau desa, tidak lepas dari rasa ketertarikan anak remaja putra tertarik pada remaja putri lainnya. So, tarian Gambir Anom disajikan sebelum penutupan sebagai pengingat agar remaja putra dan putri boleh saling tertarik tetapi harus tetap memegang teguh adat budaya jawa yang tau norma dan unggah-ungguh.
Budaya menunjukkan bangsa, siapa lagi yang bisa mempertahankan budaya bangsa ini kalau bukan kita sendiri. Jikalau tidak ada lagi masyarakat yang mempertahankan budaya jawa ini dengan mengadakan kegiatan budaya jawa, atau dengan mengadakan bersih desa di setiap kampoeng dan desa, kelak akan terlupakan dan terisi budaya asing maka hilanglah karakter bangsa ini. Dan hilanglah budaya Indonesia dari peradaban dunia.
Sesungguhnya, bersih desa atau bersih Kampoeng adalah membersihkan lingkungan dan bermakna filosopi, bahwa bersih kampoengnya dan bersihlah hati para warganya.
Bagaimanapun juga, bersih kampoeng atau bersih desa adalah wujud implementasi rasa syukur pada Tuhan juga mengenang para leluhur yang pernah buka lahan tempat tinggal bagi masyarakatnya. Leluhur patut dihormati dan dikenang sebagai tokoh babat alas desa tersebut.
Moreover, disamping bersih desa diciptakan sebagai adat budaya yang merupakan implementasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dari Tuhan atas hasil panen dan usaha di lingkungan desa atau dusun setempat. Tentu saja, berbagai seni budaya ditampilkan sebagai implementasi rasa syukur kepada Tuhan.
Berbagai seni budaya adalah gerak kerentek dari lubuk yang paling dalam terciptanya karya budaya semua itu adalah turut campur tangan tuhan. Semua itu atas kehendak Tuhan. Bukankah Tuhan itu Maha Berkarya dan Maha Berkehendak.
Tujuan Bersih desa itu adalah ungkapan rasa syukur atas karunia nikmat dan rizky yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Agung dengan menampilkan bentuk upacara adat yang memiliki makna spiritual di dalamnya.
Lebih lanjut, tokoh itu disebut danyang kampoeng atau tokoh pembuka lahan kampoeng pertama.
Setiap danyang Kampoeng pasti punya cerita awal atau riwayat mereka masing-masing dan diceritakan oleh warga setempat dari tahun ke tahun serta turun temurun.
Kalau budaya bersih desa atau bersih kampoeng ini dilaksanakan oleh seluruh kampoeng atau desa, maka, tidaklah muda budaya asing akan menggerus budaya bangsa ini. Tidak ada cerita budaya asing menari-nari di atas budaya kita. Dan di samping itu akan menjadi icon wisata budaya lokal di Kota Malang. Jangan bicara soal PAD, tentu saja akan membawa peningkatan pendapatan daerah. (KIM RoDoWo.kdr)