HALAL BIHALAL: SILATURAHMI DAN MEMPERERAT LEMBAGA KELURAHAN

MALANG, KIM- RODOWO, – Bertempat di Hall kantor Kelurahan Oro-oro Dowo Kecamatan Klojen, segenap keluarga besar Lurah, Kasi beserta Staf  melaksanakan kegiatan Halal Bihalal yang dihadiri seluruh ketua RW, ketua Lembaga Kelurahan (LK), karang taruna, PKK, Babinsa, Babhinkamptibmas, Linmas dan tokoh masyarakat serta tokoh agama, kegiatan tersebut dilaksanakan pada rabu, (3/5) pagi.

Hari istimewa, di Hall yang tidak seberapa luas tetapi nyaman, asri dan tidak panas, semua kumpul penuh kasih dan penuh maaf. Semua kekilafan terbawa angin kasih sayang karena Halal bihalal dilaksanakan bertepatan setelah libur panjang (cuti bersama) Idul Fitri 1444 H. Tetapi, pelayanan masyarakat masih tetap berjalan seperti biasa. Jumat, (5/5/2023)

Dalam sambutannya, Solikin, SE., Lurah Oro-oro Dowo menyampaikan ‘so sorry’ bila tahun-tahun kemarin bila ada kegiatan LK yang belum bisa memuaskan semua pihak.

“Sekali lagi permohonan maaf kami, atas nama seluruh staff kelurahan bila selama ini kinerja kami belum mampu memuaskan panjenengan semua,” sambut Solikin selaku Lurah Oro-oro Dowo.

“Kedepan, marilah kita bersama-sama saling mengisi dan mengingatkan bila ada program kegiatan yang belum tercovered dan yang tertinggal dalam setiap pengajuan musrenbang,” tutupnya

Kemudian acara dilanjutkan dengan ramah tamah, makan bareng yang disajikan makanan khas budaya jawa; ada ketupat (lontong lepet).

Lepet, saling memaafkan dituangkan dalam budaya Jawa yang populer sejak Hamangkubuwono V bahwa, Lepet adalah makanan yang disajikan saat Lebaran.

Kata lepet berasal dari kata ‘silep’ yang berarti ‘kubur atau simpan’ dan ‘rapet’ yang berarti ‘rapat’.  Peribahasa yang terkenal tentang lepet adalah ‘mangga dipun silep ingkang rapet’ (mari kita kubur dengan rapat (tutup rapat)).

Dilansir dari kemdikbud.go.id, ini adalah simbol manusia tidak luput dari kesalahan. 

Selain itu, lepet juga mempunyai simbol kesucian dan kebersihan. Untuk itu banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai gantungan di depan rumah (atap, pintu, dan lainnya) untuk mengusir hal-hal negatif.

komponen bahan yang digunakan dalam pembuatan lepet memiliki makna sendiri, sebagai berikut:

a. Ketan yang memiliki tekstur menempel dan lengket satu sama lain menggambarkan ikatan pertemanan yang kuat.

b. Kelapa parut yang memiliki tekstur halus menggambarkan kehalusan perasaan dan sopan santun yang diharapkan terdapat pada umat Islam saat Idul Fitri.

c. Garam menggambarkan keseimbangan hubungan antara komunitas yang harmonis.

d. Janur (daun kelapa muda) yang berasal dari kata “jatining nur” memiliki arti cahaya sejati, menggambarkan sucinya kondisi manusia setelah menerima cahaya sejati selama bulan Ramadhan. Selain itu, kesulitan proses pengambilan janur yang berada pada puncak pohon menggambarkan upaya yang dilakukan umat muslim demi mencapai kesucian.

e. Tali bambu merupakan simbol pertemanan yang kuat karena sifat alami tanaman bambu yang tumbuh berkelompok.

Selain muncul saat Hari Raya Idul Fitri, lepet juga muncul seminggu setelah Lebaran. Dalam budaya Jawa, dikenal adanya Lebaran Kupat atau Lebaran Ketupat yang berlangsung seminggu setelah Lebaran.

Pada momen itu, orang-orang memasak atau membeli lepet dan ketupat. Lantas, mereka mengantar dan membagikannya ke rumah tetangga dekat maupun kerabat dekat. Ini adalah upaya bersilaturahmi dan simbol meminta maaf dengan para tetangga dan kerabat.

Budaya ketupat adalah budaya Jawa, yang menjadi budaya nasional. Budaya saling memaafkan dan memperkuat hubungan silaturahmi serta gotong royong. Tidak dimiliki budaya asing. (awik/Qq/kdr)

Writers : awik wahyudi/rizky fadilah/kadir wwhyudi
Editor : sandika maulana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *